Jumat, 17 Juni 2011

MPKS : BAB IV : PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN

BAB IV
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN ANGGARAN
A. Gambaran Umum
Sesuai dengan asas akuntabilitas yang berorientasi pada hasil dalam pengelolaan
keuangan negara, setiap satker wajib menyusun laporan pertanggungjawaban realisasi
anggaran belanja masing-masing. Tujuan pertanggungjawaban realisasi anggaran belanja
ini adalah untuk memberikan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya
ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah dalam periode
mendatang dengan cara menyajikan informasi kepada para pengguna laporan tentang
indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:
1. telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat.
2. telah dilaksanakan sesuai dengan APBN.
3. telah dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan.
Dalam rangka memenuhi prinsip akuntabilitas tersebut perlu diselenggarakan
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang merupakan serangkaian prosedur
manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan
Pemerintah Pusat. Berdasarkan PMK Nomor. 171/PMK 05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, SAPP memiliki 2 (dua) subsistem,
yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI).
SA-BUN dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara (Chief Financial Officer) sedangkan SAI dilaksanakan oleh Menteri/Ketua
Lembaga Teknis/Satker selaku Chief Operational Officer (COO).
SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

KERANGKA UMUM SAI
1. Sistem Akuntansi Keuangan
(SAK)
2. Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN)
Gambar 7 : Kerangka Umum SAI

Penjabaran secara rinci diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-51/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga. Peraturan tersebut menyatakan bahwa untuk melaksanakan SAI,
Kementerian Negara/Lembaga wajib membentuk unit akuntansi yang terdiri dari :
1. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAPA/B) pada tingkat Kementerian
Negara/Lembaga;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang pada tingkat Eselon I
(UAPPA/B-E1);
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang pada tingkat wilayah
(UAPPA/B-W);
4. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) pada tingkat satuan
kerja.
Pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh setiap
satker ini juga diiringi dengan kewajiban pertanggungjawaban setiap Bendahara
Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Prosedur pertanggungjawaban Bendahara ini
telah diatur tersendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008
tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara Kementerian Negara/ Lembaga/ Kantor/ Satuan Kerja dan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian
Negara/ Lembaga/ Kantor/ Satuan Kerja.
B. Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
Sistem Akuntansi Keuangan merupakan bagian SAI yang digunakan oleh
Kementerian Negara/Lembaga untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya,
sehingga menghasilkan Laporan Keuangan. Selanjutnya SAK yang akan dibahas adalah
SAK pada UAKPA. Pelaksanaan akuntansi Keuangan dibantu dengan perangkat lunak
(software) SAK yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan
mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error) dalam pelaksanaannya
UAKPA melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan atas
pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya. Satuan kerja selaku UAKPA
berkewajiban membentuk struktur organisasi Unit Akuntansi sebagaimana gambar berikut:

Gambar 8: Struktur Organisasi UAKPA

Tugas pokok penanggung jawab UAKPA adalah menyelenggarakan akuntansi
keuangan di lingkungan satuan kerja, dengan fungsi sebagaimana berikut :
1. Menyelenggarakan akuntansi keuangan,
2. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan secara berkala,
3. Memantau pelaksanaan akuntansi keuangan.
Laporan keuangan yang dihasilkan merupakan bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran oleh UAKPA sebagai entitas akuntansi terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja,
yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu.
3. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas
nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca.
UAKPA yang menggunakan Anggaran Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain,
disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib
menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain
secara terpisah.
SKPD yang menerima Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dari
pemerintah pusat wajib menyampaikan laporan keuangan yang merupakan satu
kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga terkait.
Selanjutnya laporan keuangan yang dihasilkan oleh UAKPA disampaikan kepada
UAPPA-W/UAPPA-E1.
1. Proses Penyusunan Laporan Keuangan
Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja guna penyusunan
laporan keuangan adalah sebagai berikut:
a. Dokumen penerimaan yang terdiri dari:
1) Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: Pajak, PNBP dan Hibah pada DIPA dan
dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA;
2) Realisasi Pendapatan: Bukti Penerimaan Negara yang didukung oleh dokumen
penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dan dokumen lain yang
dipersamakan.
b. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari:
1) Alokasi Anggaran DIPA, Revisi DIPA, SKPA, dan dokumen lain yang
dipersamakan;
2) Realisasi Pengeluaran: SPM beserta SP2D, Surat Perintah Pengesahan dan
Pembukuan (SP3), dan dokumen lain yang dipersamakan.
c. Dokumen Piutang antara lain: kartu piutang, daftar rekapitulasi piutang, dan daftar
umur piutang.
d. Dokumen Persediaan antara lain: kartu persediaan, buku persediaan, dan laporan
persediaan.
e. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan (KDP) antara lain: kartu KDP, laporan KDP,
dan lembar analisis SPM/SP2D.
f. Memo Penyesuaian (MP) yang digunakan dalam rangka pembuatan jurnal koreksi dan
jurnal aset.
g. Dokumen lainnya dalam rangka penyusunan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang/Jasa, SK
Penghapusan, dan lain sebagainya.
Setiap bulan UAKPA melakukan pengiriman ADK, LRA, dan Neraca ke tingkat
UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan berikut Berita Acara
Rekonsiliasi (BAR). Sedangkan untuk UAKPA kantor pusat hanya melakukan pengiriman
ke UAPPA-E1.
Selanjutnya setiap semester UAKPA menyusun laporan keuangan lengkap terdiri
LRA, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) disertai dengan Pernyataan
Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh KPA/kepala satker.
Dalam rangka penerapan prinsip check and balance, terdapat prosedur rekonsiliasi
(proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen
yang sama namun diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda) yang harus
dilakukan berupa:
a. Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan UAKPA dengan Laporan Barang Milik Negara
yang dihasilkan oleh UAKPB
b. Rekonsiliasi antara data keuangan UAKPA dengan data keuangan pada KPPN
c. Rekonsiliasi antara data Barang Milik Negara UAKPB dengan data Barang Milik
Negara pada KPKNL
Pada proses rekonsiliasi antara data keuangan pada UAKPA dengan data
keuangan pada KPPN, hasil rekonsiliasinya dituangkan dalam BAR beserta lampiran hasil
rekonsiliasi. Terhadap UAKPA yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan KPPN selambatlambatnya
tujuh hari kerja setelah bulan bersangkutan berakhir diberikan sanksi berupa
Surat Peringatan Penyampaian Laporan Keuangan (SP2LK). Jika sampai dengan lima
hari kerja sejak diterbitkannya SP2LK KPA tidak menyampaikan laporan keuangan
bulanan dikenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM yang diajukan
(SPM-UP/TUP/GUP maupun SPM-LS kepada bendahara pengeluaran).
Hal dimaksud sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-19/PB/2008 tentang Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Penyampaian Laporan
Keuangan sesuai dengan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
2. Jadwal Pengiriman Laporan Keuangan
Jadwal penyampaian laporan keuangan UAKPA kepada UAPPA-W selambatlambatnya
pada tanggal :
a. Triwulan I : 12 April 2XX0
b. Semester I : 10 Juli 2XX0
c. Triwulan III : 12 Oktober 2XX0
d. Tahunan : 20 Januari 2XX1
C. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)
SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan
komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan
neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan Daftar Barang, Laporan Barang, dan
berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN. Selanjutnya
SIMAK-BMN yang akan dibahas adalah SIMAK-BMN pada UAKPB.
Pelaksanaan akuntansi BMN dibantu dengan perangkat lunak (software) SIMAK-BMN
yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat
kesalahan manusia (human error) dalam pelaksanaannya.
Laporan BMN yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomtabel
2. Laporan Barang Kuasa Pengguna Ekstrakomtabel
3. Laporan Kuasa Pengguna – Kontruksi Dalam Pengerjaan
4. Laporan Kuasa Pengguna – Persediaan
5. Laporan Kuasa Pengguna – Aset Tak Berwujud
6. Catatan atas Laporan BMN (CalBMN)
Selanjutnya laporan BMN yang dihasilkan oleh UAKPB disampaikan kepada UAPPBW)/
UAPPB-E1.
1. Klasifikasi BMN
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan cara tertentu
sehingga memberikan kemudahan dalam pengelolaannya. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara
sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tentang
Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara membagi BMN dalam
klasifikasi Golongan, Bidang, Kelompok, Sub Kelompok, dan Sub-sub kelompok.

Gambar 9 : Klasifikasi BMN

Golongan BMN meliputi: Barang Tidak Bergerak; Barang Bergerak; Hewan, Ikan
dan Tanaman, Barang Persediaan, Konstruksi Dalam Pengerjaan, Aset Tak Berwujud dan
Golongan Lain-lain. Dari masing-masing Golongan tersebut selanjutnya dirinci lagi ke
dalam klasifikasi bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Dengan
demikian, klasifikasi paling rinci (detil) ada di level Sub-sub kelompok.
2. Pengkodean BMN
Untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan
identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian kode
BMN sepenuhnya mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk
memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut
pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya).
Skema kode identifikasi barang adalah sebagai berikut:


+++++++++++++++++++++++++
+++++++++++++++++++++++++

3. Tabel Kode Barang
Setiap BMN dibukukan dengan mengacu pada kode BMN yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan
dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Berikut adalah contoh kode BMN pada PMK
tersebut:

++++++++++++++
+++++++++++++++

4. Kondisi BMN
Kondisi BMN dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: baik, rusak ringan,
dan rusak berat. Tabel berikut ini menyajikan indikasi yang menentukan 3 kondisi BMN
tersebut:

++++++++++++++++
++++++++++++++

5. Proses Penyusunan Laporan BMN
a. Petugas akuntansi memproses dokumen sumber transaksi BMN untuk
menghasilkan data transaksi BMN, Laporan Barang Kuasa Pengguna, Laporan
Barang Kuasa Pengguna Barang Bersejarah, Laporan Barang Kuasa Pengguna
Barang Persediaan, Laporan Barang Kuasa Pengguna Konstruksi Dalam
Pengerjaan, Laporan Kondisi Barang, Kartu Identitas Barang, Daftar Barang
Ruangan, dan Daftar Barang Lainnya. Register Transaksi Harian diverifikasi dengan
dokumen sumber, untuk memastikan bahwa seluruh transaksi sudah diproses
sesuai dengan dokumen sumber yang ada. Laporan Barang Kuasa Pengguna
beserta ADK setiap semester dan tahunan dikirim ke tingkat UAPPB-W/UAPPB-E1
untuk dilakukan penggabungan data.
b. Laporan Barang Kuasa Pengguna Semester I dan II disusun berdasarkan proses
perekaman transaksi barang semester I dan II termasuk saldo awal.
c. Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Semester I
dan II disusun berdasarkan proses perekaman transaksi barang semester I dan II
termasuk saldo awal yang dananya bersumber dari dana Dekonsentrasi/Tugas
Pembantuan.
d. UAKPB yang memiliki Unit Akuntansi Pembantu Kuasa Pengguna Barang
(UAPKPB) menggabungkan Laporan Barang Kuasa
Untuk menjaga keandalan Laporan Barang dan Laporan Keuangan, UAKPB
bersama UAKPA melakukan rekonsiliasi internal.
6. Rekonsiliasi Data BMN
Rekonsiliasi dilakukan antara UAKPB dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL). UAKPB setiap semester melakukan rekonsiliasi dan
pemutakhiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL
harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah
ditetapkan tidak mengalami perubahan dan laporan BMN yang disampaikan oleh
satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.
7. Jadwal Pengiriman Laporan BMN
Jadwal penyampaian laporan keuangan UAKPB kepada UAPPB-W selambatlambatnya
pada tanggal :
a. Semester I : 05 Juli 2XX0
b. Semester II : 10 Januari 2XX1
D. Pembukuan dan Pertanggungjawaban Bendahara
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 73/PMK.05/2008 tentang
Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/ Satuan Kerja, Bendahara Penerimaan dan
Pengeluaran wajib menyusun LPJ secara bulanan atas pengelolaan uang dan surat
berharga dalam rangka pelaksanaan APBN.
Bendahara penerimaan menerima bukti setor maupun uang atas penerimaan
bukan pajak (PNBP) dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan satuan kerja. Atas
penerimaan yang dikelolanya, Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan
pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran/penyetoran atas penerimaan.
Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran atas belanja negara selama
satu tahun anggaran dengan menggunakan Uang Persediaan. Bukti-bukti pengeluaran
oleh Bendahara Pengeluaran harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan, di mana
bukti-bukti belanja tersebut merupakan transaksi yang juga dilaporkan oleh Sistem
Akuntansi Instansi. Pembayaran belanja yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran
merupakan kegiatan realisasi anggaran yang akan dilaporkan dalam Laporan Realisasi
Anggaran. Pencatatan atas transaksi dilakukan dengan menggunakan basis kas, yaitu
basis yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara
kas diterima atau dibayar. Pencatatan dilakukan pada saat terjadinya penerimaan kas
atau pada saat terjadinya pengeluaran kas sehingga suatu transaksi belum dicatat apabila
tidak diikuti dengan terjadinya penerimaan atau pengeluaran kas.
Pembukuan Bendahara Pengeluaran dilaksanakan dengan azas bruto yaitu suatu
prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah
dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan
pengeluaran setelah dilakukan kompensasi antara penerimaan dengan pengeluaran. Asas
ini menekankan apabila terdapat satu transaksi yang mengakibatkan penerimaan
sekaligus pengeluaran maka pencatatan atas transaksi tersebut dilakukan secara terpisah
yaitu mencatat penerimaan sebesar jumlah penerimaan dan mencatat pengeluaran
sebesar jumlah pengeluaran dan tidak hanya mencatat selisih lebih besar antara
penerimaan dengan pengeluaran meskipun kas riil yang diterima atau yang dikeluarkan
hanya sebesar selisihnya, sehingga transaksi masing-masing dicatat sebesar nilai
brutonya.
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan
yang digunakan sebagai sumber atau bukti pencatatan untuk menghasilkan data
pelaporan. Dokumen sumber yang menjadi dasar dalam pembukuan Bendahara
penerimaan adalah:
a. Surat Bukti Setor (SBS) sebagai bukti pembukuan penerimaan bendahara;
b. SSBP yang dinyatakan sah, yang diterima dari orang/badan hukum sebagai bukti
pembukuan penerimaan sekaligus pengeluaran bendahara;
c. SSBP yang dinyatakan sah sebagai bukti pembukuan pengeluaran bendahara atas
setoran ke Kas Negara.
Dokumen sumber yang menjadi dasar pembukuan atas penerimaan kas atau pengeluaran
kas oleh Bendahara Pengeluaran, adalah sebagai berikut:
a. SPM-UP/TUP yang telah terbit SP2D-nya, sebagai bukti atas penerimaan kas;
b. SPM-GUP yang telah terbit SP2D-nya, sebagai bukti penerimaan kas dan bukti
pengesahan;
c. SPM-LS Bendahara atas Belanja Pegawai, Belanja Perjalanan Dinas yang kasnya
diterima melalui Bendahara Pengeluaran, sebagai bukti penerimaan kas dan bukti
pengurangan anggaran;
d. Faktur Pajak dan/atau bukti potongan pajak yang dipungut/dipotong oleh Bendahara
Pengeluaran, sebagai bukti penerimaan kas;
e. Kwitansi/bukti pembayaran dengan menggunakan Uang Persediaan/Tambahan Uang
Persediaan, sebagai bukti pengeluaran kas dan bukti pengurangan anggaran;
f. Bukti pembayaran kas yang dananya berasal dari SPM-LS Belanja Pegawai atau
SPM-LS Belanja Perjalanan, sebagai bukti pengeluaran kas;
g. SSP, SSBP dan SSPB, sebagai bukti pengeluaran kas;
h. Dokumen-dokumen transaksi lainnya yang dipersamakan dengan dokumen di atas.
Sedangkan dokumen bukti transaksi yang tidak mempengaruhi jumlah kas, namun
harus dicatat oleh Bendahara Pengeluaran karena terkait dengan transaksi sebelumnya
atau mempengaruhi anggaran, yaitu:
a. SPM-LS kepada pihak ketiga yang telah diterbitkan SP2D-nya, sebagai bukti
pengurangan anggaran;
b. SPM-GUP Nihil yang merupakan pengesahan oleh KPPN atas belanja dengan
Tambahan Uang Persediaan atau Uang Persediaan yang tidak akan diberikan
penggantian, sebagai bukti pengesahan;
c. Bukti penarikan kas dari bank (misal Cek), bukti setor kas ke bank, bukti terima
persekot oleh Pemegang Uang Muka/BPP, bukti pengembalian persekot, sebagai
bukti perpindahan kas;
d. Dokumen/Bukti lain yang dipersamakan dengan dokumen di atas.
2. Jenis dan Fungsi Buku
Setiap Bendahara pada satuan kerja wajib menyelenggarakan pembukuan yang
dapat dilakukan dengan tulis tangan atau komputer. Pembukuan tersebut dicatat
dalam Buku Kas Umum, Buku Pengawasan Anggaran dan buku-buku pembantu
sesuai dengan kebutuhan dalam rangka pertanggungjawaban manajerial.
1) Buku Kas Umum (BKU).
BKU merupakan buku yang digunakan untuk mencatat semua transaksi
penerimaan dan pengeluaran.
Bendahara harus mengetahui posisi kas baik dalam jumlah maupun peruntukannya
masing-masing. Untuk itu, dibutuhkan bentuk BKU yang dapat memberikan
informasi mengenai saldo kas setiap saat
2) Buku Pembantu
Sementara itu untuk penatausahaan terhadap masing-masing sumber kas sesuai
dengan peruntukannya dapat digunakan buku pembantu, terdiri dari:
a. Buku Pembantu Kas (Tunai dan Bank);
Bagi Bendahara Penerimaan Buku Pembantu Kas (tunai dan bank) merupakan
buku yang digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan atas
penerimaan setoran tunai dari orang/badan hukum dan transaksi penyetoran
ke Kas Negara, sedangkan bagi Bendahara Pengeluaran Buku Pembantu Kas
ini digunakan untuk mencatat transaksi arus kas yang bersumber dari SPM
yang ditujukan kepada Bendahara dan telah terbit SP2D-nya.
b. Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan dinas;
Buku ini mencatat dana uang muka yang bersumber dari Uang Persediaan
yang diberikan kepada pejabat/pegawai negeri yang melaksanakan perjalanan
dinas dalam negeri.
c. Buku Pembantu BPP/PUM;
Dalam melakukan pembayaran atas belanja, Bendahara Pengeluaran dapat
dibantu oleh satu atau lebih Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)/PUM.
Untuk itu, Bendahara Pengeluaran menyerahkan Uang UP/Uang yang
bersumber dari LS Bendahara dimana pelaksanaan pembayarannya
dilaksanakan oleh BPP/PUM. Uang yang diserahkan kepada BPP merupakan
tanggungjawab BPP, sedangkan uang UP/LS Bendahara yang diserahkan
kepada PUM tetap merupakan tanggung jawab Bendahara Pengeluaran (PUM
hanya sebagai juru bayar). Atas penyerahan UP/LS Bendahara yang
pelaksanaan pembayarannya dilaksanakan BPP/PUM dibutuhkan Buku
Pembantu BPP/PUM ini.
d. Buku Pembantu Uang Persediaan;
Dalam pengelolaan Uang Persediaan, Bendahara Pengeluaran dapat
mencatatnya dalam Buku Pembantu Uang Persediaan sehingga jumlah Uang
Persediaan dapat diketahui saldonya guna perencanaan penggunaan
selanjutnya maupun untuk kepentingan penggantian.
Pada saat melakukan pembayaran belanja dengan menggunakan Uang
Persediaan maka jumlah Uang Persediaan akan berkurang dan hal ini harus
dicatat di Buku Pembantu Uang Persediaan. Sementara itu pada saat
memperoleh penggantian UP dari pengajuan SPM-GUP maka UP akan
bertambah sebesar pengeluaran yang telah dipertanggungjawabkan dan
disahkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara/KPPN sehingga pengisian
kembali UP (Revolving) harus dicatat dalam Buku Pembantu Uang
Persediaan.
e. Buku Pembantu LS Bendahara;
Bendahara Pengeluaran selain membayar pengeluaran belanja dengan
menggunakan Uang Persediaan juga melakukan pembayaran atas belanja
yang proses pencairannya melalui mekanisme LS akan tetapi Kuasa
Bendahara Umum Negara mentransfer ke rekening Bendahara Pengeluaran
untuk diteruskan kepada pihak yang akan menerima. Penerimaan kas yang
demikian disebut dengan LS Bendahara sehingga diperlukan penatausahaan
dan pertanggungjawaban oleh Bendahara Pengeluaran. Atas penerimaan dan
pembayaran kas dari LS ini Bendahara Pengeluaran mencatatnya pada Buku
Pembantu LS Bendahara.
f. Buku Pembantu Pajak,
Atas pembayaran belanja dengan menggunakan Uang Persediaan, Bendahara
Pengeluaran selaku wajib memungut/memotong pajak apabila dalam transaksi
tersebut ditetapkan terutang pajak. Pajak yang telah dipungut/dipotong wajib
disetor ke kas negara. Untuk menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
kas atas kewajiban memungut/memotong pajak dan penyetorannya,
Bendahara Pengeluaran mencatat pada Buku Pembantu Pajak.
g. Buku Pembantu lain-lain;
Buku Pembantu Lain-lain ini digunakan untuk menampung kemungkinan
terdapat transaksi keuangan atau penerimaan kas yang dilakukan oleh
Bendahara di luar aktivitas atau transaksi yang dicatat dalam buku-buku
pembantu di atas
3) Buku Pengawasan Anggaran
Sesuai fungsinya, Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas belanja
dengan menggunakan Uang Persediaan. Pembayaran belanja ini mengakibatkan
terjadinya pengurangan anggaran. Oleh karena itu, Bendahara Pengeluaran harus
mengetahui posisi anggaran sebelum melakukan pembayaran belanja dan
mencatat terjadinya pengurangan anggaran pada saat membayar belanja. Untuk
kegiatan pengendalian dan pengurangan terhadap anggaran ini dibutuhkan buku
yaitu Buku Pengawasan Anggaran. Buku ini berisi pagu anggaran belanja atau
yang disebut allotment belanja (penjatahan belanja), realisasi belanja dan saldo
anggaran belanja. Allotment belanja dicatat di Buku Pengawasan Anggaran
berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang diterima pada awal
tahun anggaran untuk satuan kerja yang bersangkutan.
3. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban secara bulanan atas uang yang dikelolanya. Bendahara
Pengeluaran Pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawabannya
kepada Bendahara Pengeluaran pada setiap awal bulan. Laporan
pertanggungjawaban bendahara tersebut harus menyajikan informasi tentang:
a. Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan,
penggunaan, dan saldo akhir dari buku-buku pembantu;
b. Keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan
saldo di rekening bank/pos;
c. Hasil rekonsiliasi internal (antara pembukuan bendahara dengan UAKPA); dan
d. Penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas.
A. Tata Cara Penyusunan LPJ Bendahara
LPJ Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran disusun berdasarkan
buku kas umum, buku-buku pembantu dan buku pengawasan anggaran yang telah
direkonsiliasi dengan UAKPA. Disamping itu juga perlu ditambahkan bahwa LPJ
Bendahara Pengeluaran merupakan gabungan dari satu atau lebih LPJ-BPP
dengan LPJ Bendahara Pengeluaran itu sendiri.
LPJ BPP juga disusun berdasarkan buku kas umum, buku-buku pembantu dan
buku pengawasan anggaran.
B. Penyampaian LPJ Bendahara
LPJ Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran disampaikan kepada:
a. Kepala KPPN yang ditunjuk dalam DIPA satuan kerjanya;
b. Menteri/Pimpinan Lembaga masing-masing;
c. Badan Pemeriksa Keuangan.
Penyampaian LPJ tersebut dilakukan secara bulanan paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja bulan berikutnya, disertai dengan salinan rekening koran dari bank/pos.
LPJ BPP dikirimkan kepada Bendahara Pengeluaran induknya paling lambat 5
(lima) hari kerja bulan berikutnya disertai dengan salinan rekening koran dari
bank/pos bulan berkenaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar