A. PENGELOLAAN PENDAPATAN BLU
Berdasarkan PP 23 Tahun 2005, pendapatan BLU terdiri dari:
1. pendapatan dari APBN,
2. pendapatan dari jasa layanan dan hibah tidak terikat,
3. pendapatan dari hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya, dan
4. pendapatan dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan
lain yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
Pendapatan sebagaimana tercantum pada poin 2, 3, dan 4 dilaporkan sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) BLU. Pendapatan BLU yang berasal dari hibah terikat yang diperoleh dari
masyarakat atau badan lain yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
Tata cara pertanggungjawaban pendapatan BLU yang berasal dari APBN mengikuti ketentuan
sebagaimana diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor 66/PB/2005 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara itu,
penggunaan dan pertanggungjawaban PNBP BLU berpedoman pada Perdirjen Perbendaharaan
Nomor 50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan PNBP oleh Satuan Kerja Instansi
Pemerintah yang Menerapkan PK BLU.
1. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Penuh
Satker berstatus BLU penuh yang diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat
langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional BLU dan non operasional BLU,
di luar dana yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening
Kas Negara.
Untuk satker berstatus BLU penuh, berlaku anggaran fleksibel yaitu belanja dapat bertambah atau
berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatannya juga bertambah atau berkurang
setidaknya proporsional.
Contoh:
1. Satker A berstatus BLU Secara Penuh, dalam RBA Tahun 2009 target
PNBP adalah sebesar Rp. 100 miliar dan anggaran belanja yang didanai dari PNBP adalah sebesar
Rp. 100 miliar.
2. Ambang batas belanja (anggaran fleksibel) yang ditetapkan dalam
RBA adalah sebesar 10%, artinya realisasi belanja Satker A yang bersumber dari PNBP dapat
melampaui anggaran belanja dalam RBA sebesar 10%, apabila realisasi PNBP melebihi target yang
ditentukan dalam RBA minimal 10%.
3. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 85 miliar, maka PNBP
yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 85 miliar.
4. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 110 miliar maka:
a. PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110
miliar;
b. Pengeluaran belanja tersebut dapat dilaksanakan tanpa melalui
revisi DIPA, hanya RBA definitif.
5. Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp. 115 miliar maka:
a. PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp. 110
miliar (Rp. 100 miliar + (10% x Rp. 100 miliar)) melalui revisi RBA definitif.
b. Apabila sisa PNBP sebesar Rp. 5 miliar tersebut akan digunakan
pada tahun anggaran berjalan, maka terlebih dahulu dilakukan revisi RBA definitif dan DIPA BLU.
2. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Bertahap
Satker berstatus BLU bertahap dapat menggunakan langsung PNBP sebesar persentase penggunaan
dana yang dapat digunakan langsung sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU bersangkutan dan besaran persentase ijin penggunaan
PNBP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Satker berstatus BLU bertahap wajib menyetor PNBP yang tidak digunakan langsung ke Rekening
Kas Negara secepatnya sesuai peraturan yang berlaku.
PNBP yang telah disetorkan ke Rekening Kas Negara dapat digunakan kembali sebesar ijin
penggunaan yang telah ditetapkan Menteri Keuangan.
Contoh:
1. Satker B berstatus BLU Bertahap, target PNBP dalam RBA Tahun 2009
adalah sebesar Rp. 100 miliar.
2. Satker tersebut dapat menggunakan PNBP sebesar 90% dari target
yang ditetapkan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan besaran
penggunaan PNBP (ijin penggunaan).
3. Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Satker B sebagai
BLU Bertahap menyebutkan bahwa Satker B dapat menggunakan PNBP secara langsung sebesar
60%.
4. Apabila satker BLU menerima PNBP sebesar Rp. 10 miliar, maka :
a. PNBP yang dapat digunakan digunakan secara langsung adalah
sebesar Rp. 5,4 miliar (90% x 60% x Rp. 10 miliar);
b. PNBP yang harus disetor secepatnya ke Rekening Kas Negara
adalah sebesar Rp. 4,6 miliar (Rp. 10 miliar â¼³ 5S PLOLDU
c. PNBP yang dapat digunakan dengan mekanisme pencairan PNBP
adalah sebesar Rp. 3,6 miliar (90% x 40% x Rp. 10 miliar).
5. Apabila total kumulatif realisasi PNBP sampai dengan akhir tahun
adalah sebesar Rp. 110 miliar, maka kelebihan target sebesar Rp. 9 miliar (90% x (Rp. 110 miliar
â¼³ 5S PLOLDU DSDELOD LQJLQ GLJXQDNDQ GDODP WDKXQ DQJJDUDQ EHUMDODQ PDND VDWNHU %/8
terlebih dahulu harus merevisi RBA definitif dan DIPA BLU.
3. SPM dan SP2D pengesahan
Dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bersumber dari PNBP BLU,
satker BLU membuat SPM Pengesahan tiap triwulan dan menyampaikannya ke KPPN terkait. SPM
pengesahan dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh
Pimpinan BLU.
SPM Pengesahan disampaikan ke KPPN paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah triwulan
berakhir.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP yang tidak digunakan langsung oleh satker BLU
bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005.
B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM
1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BLU
Dokumen pelaksanaan anggaran satker BLU yang disebut DIPA BLU disusun berdasarkan RBA
yang telah disetujui (RBA definitif). DIPA BLU disahkan oleh Menteri Keuangan. DIPA BLU
merupakan lampiran dari perjanjian kerja antara pimpinan BLU dengan kementerian. DIPA BLU
menjadi dasar pencairan/penarikan dana dari APBN, pengesahan pendapatan dan belanja yang
bersumber dari PNBP BLU, dan pertanggungjawaban.
DIPA BLU memuat antara lain saldo awal kas, pendapatan, belanja, pembiayaan, saldo akhir kas,
besaran persentase ambang batas, proyeksi arus kas (termasuk rencana penarikan dana yang
bersumber dari APBN), dan jumlah serta kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan,
sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
Format DIPA BLU sesuai dengan format yang diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor
57/PB/2008 tentang Format DIPA BLU dan jenis belanja dan akun-akun yang digunakan dalam
DIPA BLU mengacu pada PMK 91/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) dan Perdirjen
Perbendaharaan 08/PB/2009 tentang Penambahan dan Perubahan BAS.
DIPA BLU tidak memuat antara lain:
? Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni) tahun
sebelumnya; dan/atau
? Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN (Rupiah Murni) tahun berjalan
yang telah tercantum dalam DIPA lain.
Konsep DIPA BLU disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan c.q.
Dirjen Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan/Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU
paling lambat tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA BLU (SP-DIPA
BLU)
C. REVISI DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
Dasar Hukum revisi DIPA BLU, yaitu:
1. PMK 06/PMK.02/2009 tentang Tata Cara Perubahan Rincian ABPP dan
Perubahan DIPA 2009 untuk sumber dana yang berasal dari RM.
2. PMK 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis Anggaran (RBA) serta
Pelaksanaan Anggaran BLU untuk sumber dana yang berasal dari PNBP BLU.
Ketentuan mengenai revisi DIPA BLU yang bersumber dari PNBP BLU (tanpa perubahan SAPSK)
diuraikan dalam tabel berikut:
Penyesuaian kode akun PNBP menjadi kode akun BLU.
Penyesuaian kode akun PNBP menjadi kode akun BLU dilakukan sejak tanggal cut off menjadi
satker BLU sehingga pada DIPA BLU akan tercantum 2 kode akun, yaitu kode akun PNBP dan
BLU.
Terhadap PNBP yang telah disetor ke kas negara dan sebagian telah digunakan melalui mekanisme
PNBP atau telah diterbitkan SPM/SP2D-nya maka ketentuan revisi adalah:
a. Untuk satker BLU non PTN, pada DIPA revisi akan tercantum:
Akun PNBP : jumlah pagu sebesar jumlah setoran PNBP ke kas negara
Akun BLU : jumlah pagu sebesar jumlah pagu PNBP pada DIPA
sebelum revisi dikurangi jumlah setoran ke kas negara
b. Untuk satker BLU PTN non BHMN pada DIPA revisi akan tercantum:
Akun PNBP : jumlah pagu sebesar jumlah SPM/SP2D yang telah
diterbitkan
Akun BLU : jumlah pagu sebesar jumlah pagu PNBP pada DIPA
sebelum revisi dikurangi realisasi SPM/SP2D. sedangkan sisa setoran pada kas negara yang belum
diterbitkan SPM/SP2D-nya dapat dicairkan mengacu pada Perdirjen Perbendaharaan Nomor
58/PB/2008 tentang Mekanisme Pengembalian Sisa PNBP PTN yang Diterima Sebelum Ditetapkan
Menjadi Satker yang Menerapkan PK BLU.
Ilustrasi penyesuaian kode akun satker biasa menjadi kode akun satker BLU. Terdapat satker BLU
C dengan deskripsi sebagai berikut:
Target PNBP 10 M
PNBP yang sudah disetor 7 M
PNBP yang sudah realisasi (SP2D) 5 M
Sisa PNBP yang belum direalisasikan 2 M
Sisa target PNBP 3 M
Jika satker BLU C tersebut adalah:
1. Satker non PTN
Pada DIPA BLU akan dicatatkan Rp. 7 Milyar memakai akun PNBP dan Rp. 3 Milyar memakai
akun BLU, sedangkan sisa PNBP Rp. 2 Milyar dapat ditarik dengan mekanisme PNBP.
2. Untuk satker PTN non BHMN
Pada DIPA BLU akan dicatatkan Rp. 5 Milyar memakai akun PNBP dan Rp. 5 Milyar memakai
akun BLU.
Sisa PNBP Rp. 2 Milyar dapat dimintakan pengembaliannya. Pengembalian PNBP yang diminta
pada tahun bersangkutan diajukan ke KPPN, apabila pengembalian PNBP diminta pada tahun
berikutnya diajukan ke Direktorat PKN. Pengembalian PNBP yang diterima pada tahun berjalan,
dicatatkan sebagai penerimaan triwulan berkenaan. Pengembalian PNBP yang diterima tahun
berikutnya , dicatatkan sebagai saldo awal DIPA BLU tahun tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar