Kamis, 16 Juni 2011

MPKS : BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Penyelenggaraan kepemerintahan
akan selalu berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara mengingat segala urusan
kepemerintahan akan berakibat pada timbulnya belanja negara maupun pendapatan negara.
Pengertian belanja negara adalah pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedangkan pendapatan negara
adalah penerimaan negara baik dari penerimaan perpajakan maupun penerimaan bukan pajak.
Sebagai bagian dari usaha untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance),
pengelolaan keuangan negara harus diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung
jawab. Adapun asas-asas yang diterapkan dalam pengelolaan keuangan negara sebagai
pencerminan dalam penerapan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) antara lain
yaitu: (i) akuntabilitas berorientasi pada hasil, (ii) profesionalitas, (iii) proporsionalitas, (iv)
keterbukaan (transparansi), dan (v) pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri.
Dalam pengelolaan keuangan negara, kita mengenal istilah siklus anggaran. Siklus anggaran
(budget cycle) adalah tahap-tahap pengelolaan anggaran negara dalam satu tahun anggaran yang
terdiri dari: (i) tahap penyusunan anggaran, (ii) tahap pelaksanaan anggaran, (iii) tahap
pengawasan anggaran, dan (iv) tahap pertanggung-jawaban anggaran.
1. Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Berdasarkan hasil
pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat
bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan
bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun
berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAĆ¢¼³./ 3HQ\XVXQDQ UHQFDQD
kerja kementerian negara/lembaga untuk periode 1 (satu) tahun dituangkan dalam Rencana Kerja
dan Anggaran Kementeran Negara/Lembaga (RKA-KL). Untuk selanjutnya, petunjuk teknis
penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam Undang-Undang 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan
penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan
berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara yaitu:
1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005
tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
2) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Peraturan di atas memuat bagaimana prosedur pengelolaan keuangan negara mulai dari
ketersediaan dana, pengajuan tagihan kepada negara, penataausahaan dan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara.
b. Peraturan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan
kementerian negara/lembaga sebagaimana tercantum dalam DIPA dan Petunjuk Operasional
Kegiatan ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006.
3. Pengawasan Anggaran
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun demikian, Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 jo Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan APBN pada Bab IX memuat hal-hal yang mengatur pengawasan pelaksanaan
APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh atasan/kepala
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga dalam lingkungannya. Atasan langsung
bendahara melakukan pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali (namun
yang berlaku sekarang sesuai dengan Perdirjen No.47/PB/2009 jo. PMK No.73/PMK.05/2008
bahwa pemeriksaan kas bendahara tersebut dilaksanakan sekurang-kurangnya satu bulan sekali)
Inspektur Jenderal masing-masing kementerian negara/lembaga dan unit pengawasan pada
lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian
negara/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku. Inspektur Jenderal kementerian
negara/lembaga dan pimpinan unit pengawasan lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan
masyarakat mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan APBN.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula pengawasan yang
dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak langsung. Pengawasan
secara langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring berupa penyampaian laporan semester
I kepada DPR selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya semester I tahun anggaran
yang bersangkutan. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester kedua
dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN perubahan
untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa semester II tersebut
dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri Keuangan sebagai wakil
pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penyampaian hasil pemeriksaan BPK
atas pelaksanaan APBN kepada DPR. Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung
jawab pemerintah dalam melaksanakan APBN.
4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di lingkungan kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya berupa Laporan Keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang dilampiri Laporan Keuangan Badan
Layanan Umum (BLU) pada kementerian negara/lembaga masing-masing. Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada Menteri
Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri
Keuangan menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Selain itu,
Menteri Keuangan sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara. Semua laporan keuangan
tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan
pemerintah pusat disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN. Presiden menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK
paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan
pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan tersebut
diterima oleh BPK dari Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa
Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.


B. Maksud Dan Tujuan
Maksud penyusunan Modul Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja ini adalah:
1. Memberikan pedoman dan kesatuan penafsiran dalam rangka
pengelolaan keuangan pada satuan kerja
2. Memberikan prosedur dan tata cara pengelolaan keuangan pada
satuan kerja
Sehubungan dengan hal tersebut, maka secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman bagi satuan kerja dan aparat yang terkait di
bidang pengelolaan keuangan pada satuan kerja.
2. Agar sistem dan prosedur pengelolaan keuangan pada satuan kerja
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Agar implementasi pengelolaan keuangan pada satuan kerja dapat
berjalan sebagaimana mestinya.


C. Ruang Lingkup
Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas penatausahaan pengelolaan keuangan negara,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menyusun modul pengelolaan keuangan negara pada
kementerian negara/lembaga.
Sebagai salah satu dari paket modul pengelolaan keuangan negara, modul pengelolaan keuangan
satuan kerja ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bagi satuan kerja di bidang
pengelolaan keuangan khususnya mengenai penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran negara,
dan pertanggungjawaban keuangan negara. Dengan demikian, modul ini tidak mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal-hal yang akan dijelaskan dalam modul ini yaitu:
1. Tata cara penyusunan anggaran.
2. Tata cara pelaksanaan anggaran.
3. Tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban


D. Sistematika
Guna memberikan kemudahan dalam memahami maksud dari penyusunan modul ini, maka
Modul Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja diuraikan dalam 4 (empat) bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Memberikan gambaran latar belakang, maksud dan tujuan, pembatasan masalah, sistematika
penyusunan modul, dan terminologi.
BAB II PENYUSUNAN ANGGARAN
Memberikan gambaran proses/tahap-tahap penyusunan anggaran.
BAB III PELAKSANAAN ANGGARAN
Memberikan gambaran tentang dokumen terkait pelaksanaan anggaran, pejabat terkait
pengelolaan keuangan pada satuan kerja, prosedur pelaksanaan belanja, serta pelaksanaan
pendapatan negara
BAB IV PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Menguraikan tata cara pembukuan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran oleh satuan kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar