A. PENGELOLAAN KAS
Seperti diketahui, satker BLU merupakan satker pemerintah yang memiliki fleksibilitas, dimana
pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan tidak perlu disetor ke Kas Negara. Hal ini berarti
bahwa satker BLU perlu melakukan pengelolaan kas terhadap pendapatan dimaksud. Pasal 16 ayat
(2) PP 23 Tahun 2005 menyatakan bahwa pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktik
bisnis yang sehat. Artinya, pengelolaan kas BLU harus ditujukan dan mampu untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat secara berkesinambungan.
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) PP 23 Tahun 2005, disebutkan bahwa dalam hal pengelolaan
kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
1. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
2. Melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
3. Menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
4. Melakukan pembayaran;
5. Mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek;
6. Memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan
tambahan.
Dari pasal-pasal tersebut, dapat diterjemahkan bahwa satker BLU dapat menggunakan sisa
pendapatan yang belum dibelanjakan untuk dikelola kembali dengan tujuan meningkatkan
pendapatan satker BLU bersangkutan. Meskipun demikian, harus diperhatikan bahwa dana yang
digunakan dalam rangka pengelolaan kas tersebut merupakan PNBP satker BLU itu sendiri, bukan
pendapatan yang diperoleh dari alokasi Rupiah Murni (RM) dalam DIPA BLU. Apabila terdapat
sisa dana yang berasal dari Rupiah Murni (RM), maka baik sisa dana tersebut maupun bunganya,
jika ada, tetap harus disetor kembali ke Kas Negara.
Secara ringkas, penyelenggaraan pengelolaan kas pada satker BLU terwujud melalui:
1. Penarikan dana yang bersumber dari RM dengan menerbitkan SPM,
sedangkan dana PNBP disahkan melalui penerbitan SPM Pengesahan dan setiap triwulan diajukan
ke serta disahkan oleh KPPN dengan SP2D Pengesahan;
2. Pembukaan rekening BLU dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas (apabila ada surplus)
pada instrumen keuangan dengan resiko rendah.
B. PENGELOLAAN PIUTANG
Sebagai satker pemerintah, pengelolaan piutang BLU mengikuti aturan-aturan yang berlaku pada
satker pemerintah lainnya. Dalam pengelolaan keuangannya, BLU dapat memberikan piutang
terkait dengan kegiatannya, yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang yang nilainya
ditetapkan secara berjenjang.
C. PENGELOLAAN UTANG
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktik bisnis yang
sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya. Utang jangka pendek ditujukan hanya untuk
belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang ditujukan untuk menutupi belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali
diterapkan lain oleh peraturan yang ada (Undang-undang).
D. PENGELOLAAN INVESTASI
Kecuali untuk satker BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP), satker BLU tidak dapat melakukan
investasi jangka panjang kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan.
Meskipun demikian, dapat dijelaskan bahwa investasi jangka panjang dimaksud antara lain berupa
penyertaan modal, pemilikan obligasi jangka panjang atau investasi langsung (misal; pendirian
perusahaan). Apabila suatu satker BLU mandirikan atau membeli badan usaha yang berbadan
hokum, maka kepemilikannya berada pada Menteri Keuangan, tetapi keuntungan yang diperoleh
menjadi pendapatan satker BLU dimaksud.
E. PENGELOLAAN BARANG
1. Pengadaan barang
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum, mengatur secara khusus pengadaan barang dan jasa
satker BLU sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada satker BLU harus dilakukan
berdasarkan prinsip efisiensi, dan ekonomis, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat;
b. BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan
sebagian atau seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah (Keppres 80/2003)
bila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Fleksibilitas diberikan hanya terhadap pengadaan
barang dan/atau jasa yang dananya bersumber dari:
â¼¢ Jasa layanan kepada masyarakat;
â¼¢ Hibah tidak terikat;
â¼¢ Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain;
â¼¢ Hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuanyang ditetapkan oleh Pemimpin
BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan
praktik bisnis yang sehat;
c. Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari
hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah, atau
mengikuti ketentuan yang berlaku bagi satker BLU sepanjang disetujui oleh pemberi hibah;
d. Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih
dahulu harus memperoleh persetujuan dari:
â¼¢ Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di
atas Rp 50 miliar; atau
â¼¢ Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan
yang bernilai sampai dengan Rp 50 miliar.
e. Penunjukan pejabat lain sebagaimana tersebut di atas, melibatkan semua unsur Pejabat Pengelola
BLU dan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
â¼¢ Obyektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek
integritas moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan barang/jasa,
tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan
barang/jasa;
â¼¢ Independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain,
langsung maupun tidak langsung; dan
â¼¢ Saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi
dari sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.
2. Pengelolaan aset satker BLU
a. Barang inventaris satker BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan
kepada pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan pertimbangan
ekonomis dan dilaporkan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga;
b. BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap,
kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan
pendapatan satker BLU;
d. Penggunaan asset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung
dengan tugas pokok dan fungsi satker BLU harus mendapat persetujuan Pejabat Pengelola Barang
(Menteri Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga
terkait;
f. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
F. PENYELESAIAN KERUGIAN
Setiap kerugian negara pada satker BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penyelesaian kerugian Negara.
Setiap pimpinan kementerian/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah
mengetahui bahwa suatu satker BLU yang berada dalam kewenangannya, terjadi kerugian negara
sebagai akibat perbuatan dari pihak manapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar